Kesadaran Hukum, Kesamaan Kedudukan dan Asas Praduga Tak Bersalah

November 25, 2013

Hukum menurut J.C.T. Simorangkir, S.H. dan Woerjono Sastropranoto, S.H. adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan tadi berakibat diambilnya tindakan, yaitu dengan hukuman tertentu. 

Dari definisi ahli hukum, suatu hukum memiliki unsur-unsur yaitu peraturan atas kaidah-kaidah tingkah laku manusia, peraturan diadakan oleh lembaga yang berwenang membuatnya, peraturan bersifat memaksa, serta peraturan mempunyai sanksi yang tegas 

Kesadaran hukum yang terjadi di Indonesia ini dapat diartikan menjadi dua artian yang pertama dapat diartikan sebagai “ketaatan hukum” dan kedua dapat diartikan “ketidaktaatan hukum”. Kesadaran hukum sendiri merupakan suatu bentuk dari tindakan warga negara yang mengetahui, mengerti dan paham akan hukum baik dari kelembagaan, peran, dan tujuan dari hukum. 

Akan tetapi, kesadaran hukum yang ada justru menjadi persoalan mengenai “hukum sebagai perilaku” dan bukan “hukum sebagai aturan”. Dari hal ini kesadaran hukum yang dimiliki masyarakat belum dapat menjamin bahwa masyarakat tersebut menaati aturan perundang-undangan yang berlaku. 

Namun yang terjadi di Indonesia kesadaran hukum yang menitik beratkan pada ketaatan hukum yang bersifat compliance yaitu menaati hukum karena takut akan sanksi. Karena hal itu menyebabkan warga negara bahkan aparatur negara kurang bahkan tidak memiliki rasa tanggung jawab terhadap aturan hukum. Seharusnya, taat hukum karena seuai dengan kepribadian manusia dalam memetuhi aturan hukum. 

Dapat diketahui suatu masyarakat tidak dapat terlepas dengan adanya aturan hukum. Hukum memiliki peranan yang sangat penting guna tercapainya ketertiban, keadilan dan perlindungan sebagai syarat untuk mendatangkan kegahgiaan dan kemakmuran hidup secara damai. 

Kesadaran hukum ini memuat mengenai kesamaan kedudukan dimana warga negara memiliki kesamaan kedudukan di bidang hukum dan pemerintahan, bidang politik, bidang ekonomi, bidang sosial budaya dan bidang pertahanan dan keamanan. 

Kesamaan kedudukan di bidang hukum menjelaskan bahwa persamaan di depan hukum (equality before law) mengharuskan setiap warga negara diperlakukan adil dan sama, tanpa pandang bulu oleh negara. Persamaan warga negara di bidang pemerintahan adalah setiap warga negara memperoleh perlakuan yang sama dari pemerintah. Penerapan prinsip persamaan dalam bidang pemerintahan adalah pendaftaran PNS dibuka untuk umum, pemberian pelayanan kesehatan yang sama, dan subsidi pendidikan kepada semua anak SD dan SMP 

Kesamaan kedudukan di bidang politik yang tertuang dalam Pasal 28 UUD 1945, bahwa setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama untuk menunaikan haknya di bidang politik, seperti berserikat dan berpendapat. 

Kesamaan kedudukan di bidang ekonomi seperti setiap warga negara berhak mencari dan mendapatkan pekerjaan, adanya jatah raskin yang sama bagi yang tidak mampu, adanya kesempatan berusaha yang sama bagi semua orang. 

Kesamaan kedudukan di bidang sosial budaya seperti setiap warga negara dapat mendirikan sekolah sampai ke pelosok wilayah, mendirikan puskesmas, berhak mengembangkan budayanya, dan pembangunan jaringan komunikasi yang menjangkau daerah terpencil. 

Kesamaan kedudukan di bidang pertahanan dan keamanan seperti Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam pertahanan negara. Pertahanan negara diwujudkan dengan keikutsertaan warga negara dalam upaya bela negara. Menurut UU No. 3 Tahun 2002 dinyatakan bahwa bela negara dapat berbentuk pendidikan kewarganegaraan, pelatihan dasar kemiliteran, pengabdian sebagai TNI/Polri, dan pengabdian sesuai profesi. 

Kesadaran hukum juga memuat tentang asas praduga tak bersalah, yakni asas di mana seseorang dinyatakan tidak bersalah hingga pengadilan menyatakan bersalah. Pada salah satu buku yang membahas mengenai asas praduga tak bersalah, “Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP Penyidikan Dan Penuntutan” yang ditulis M. Yahya Harahap, S.H. Dalam buku tersebut, mengenai penerapan asas praduga tak bersalah, Yahya Harahap menulis sebagai berikut (hal. 34): 

“Tersangka harus ditempatkan pada kedudukan manusia yang memiliki hakikat martabat. Dia harus dinilai sebagai subjek, bukan objek. Yang diperiksa bukan manusia tersangka. Perbuatan tindak pidana yang dilakukannyalah yang menjadi objek pemeriksaan. Ke arah kesalahan tindak pidana yang dilakukan pemeriksaan ditujukan. Tersangka harus dianggap tidak bersalah, sesuai dengan asas praduga tak bersalah sampai diperoleh putusan pengadilan yang telah berkekuatan tetap.” 



Dengan demikian kesadaran hukum memiliki peranan yang sangat penting guna kepentingan semua pihak.

You Might Also Like

0 comments

thank you ^^